LANDASAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DALAM PENDIDIKAN

A. Pendahuluan

Pendidikan merupakan gejala semesta (fenomena universal) dan berlangsung sepanjang hayat serta merupakan suatu usaha sadar yang sistematik dan sistemik, yang mana semuanya itu bertolak dari sejumlah landasan dan mengindahkan sejumlah asas-asas tertentu mengingat pendidikan merupakan pilar utama terhadap pengembangan manusia dan masyarakat suatu bangsa tertentu.

Upaya untuk memanusiakan dan membudayakan manusia melalui pendidikan itu, diselenggarakan sesuai dengan pandangan hidup dan latar social kebudayaan masyarakat masing-masing. Namun, meskipun pendidikan bersifat universal, terdapat perbedaan-perbedaan tertentu yang sesuai dengan pandangan hidup dan latar sosiokultral tersebut. Dengan kata lain, pendidikan diselenggarakan berlandaskan falsafat hidup serta berlandaskan socialkultural setiap masyarakat.

Selanjutnya terdapat dua landasan lain yang erat kaitannya dalam setiap upaya pendidikan, yakni landasan psikologis dan landasan iptek. Landasan psikologis akan membekali pemahaman para pendidik mengenai perkembangan peserta didik, sedangkan landasan iptek akan membekali para pendidik mengenai sumber bahan ajaran. Landasan-landasan pendidikan tersebut di atas akan memberikan pijakan dan arah terhadap pembentukan manusia, dan sejalan dengan itu mendukung perkembangan masyarakat, bangsa, dan Negara. Sedangkan asas-asas pokok pendidikan akan memberi corak khusus dalam penyelenggaraan pendidikan itu, dan pada gilirannya akan memberi corak pada hasil-hasil pendidikan itu sendiri. Kajian berbagai landasan pendidikan, diharapkan akan membentuk wawasan yang tepat mengenai pendidikan. Dengan wawasan yang tepat, serta penerapan asas-asas pendidikan yang tepat pula, akan memberikan perspektif yang luas mengenai pendidikan, baik dalam konseptual maupun dalam operasional.

B. Pengertian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

Untuk dapat memahami dengan jelas makna dan kedudukan mengenai pengetahuan, ilmu pengetahuan dan teknologi, terdapat beberapa istilah yang perlu dikaji. Pengetahuan (knowledge) adalah segala sesuatu yang diperoleh melalui berbagai cara penginderaan terhadap fakta, penalaran (rasio), intuisi, dan wahyu. Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus dimana seseorang mengetahui apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu . Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu.

  1. 1. Obyektif. Ilmu harus memiliki obyek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Obyeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji obyek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan obyek, dan karenanya disebut kebenaran obyektif; bukan subyektif berdasarkan subyek peneliti atau subyek penunjang penelitian.
  2. 2. Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensi dari upaya ini adalah harus terdapat cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari kata Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
  3. 3. Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu obyek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut obyeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
  4. 4. Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). (id.wikipedia.org)

Senada dengan hal tersebut di atas, Ahmad Sanusi (Dalam Made Pidarta, 1997:9-10) mengemukakan syarat-syarat ilmu, sebagai berikut :

  1.  Ada objek material dan objek formal
  2.  Ada metode kerja yang bersifat inquiry
  3.  Ada ruang lingkup kajian
  4.  Berhasil menciptakan istilah-istilah dengan pengertian khusus
  5.  Berhasil menemukan dan membentuk konsep dalil, paradigma dan hukum yang berlaku umum sehingga terjelma systematic body.
  6.  Ada objektifitas atau keterbukaan untuk pengujian
  7. Konsep/teori tersebut punya kekuatan sebagai dasar dan alat mengidentifikasi masalah dengan spesifik dan teratur
  8. Konsep/dalil/teori telah mempunyai kekuatan sebagai dasar atau alat untuk menjelaskan ada tidaknya hubungan
  9.  Konsep/teori itu sebagai asar atau alat untuk memprediksi, menyelesaikan masalah dan mengendalikan.

Selain itu, pengetahuan yang memenuhi kriteria dari segi ontologis epistemologis dan aksiologis secara konsekwen dan penuh disiplin bisa disebut ilmu atau ilmu pengetahuan (science); kata sifatnya ilmiah atau keilmuan sedangkan ahlinya disebut ilmuwan.(Umar Tirtarahardja dan L.La Sulo, 2005:113).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa suatu pengetahuan dapat dikatakan sebagai ilmu apabila pengetahuan tersebut memenuhi persyaratan ilmiah dan memenuhi kriteteria ketiga landasan tersebut di atas. Dengan kata lain pengetahuan meliputi berbagai bidang ilmu, baik ilmu social maupun ilmu alam, humaniora, serta wahyu keagamaan.

Dilihat dari tujuan pokoknya, ilmu sering dibedakan menjadi ilmu dasar dan ilmu terapan. Ilmu dasar (basic science) digunakan untuk kemajuan ilmu itu sendiri, sedangkan ilmu terapan (applied science) digunakan untuk mengatasi dan memajukan kesejahteraan manusia sehinga tercapai kehidupan yang lebih baik. Hasil dari ilmu terapan ini kemudian ditransformasikan menjadi bahan, alat, prosedur kerja, yang mana kegiatan ini disebut pengembangan (development). Tindak lanjut dari hasil kegiatan pengembangan itulah yang disebut dengan teknologi. (Jujun S. Suriasumantri, 1978, 63-64).

C. Perkembangan IPTEK sebagai Landasan Ilmiah dan Pelaksanaannya di Indonesia

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sebagai salah satu hasil pemikiran manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, sebenarnya telah dimulai pada permulaan kehidupan manusia. Bukti historis menunjukkan bahwa usaha manusia di bidang keilmuan tercatat adalah sejak peradaban bangsa Mesir Kuno. Selanjutnya, pengembangan ilmu berturut-turut dilakukan oleh bangsa Babylonia, India (Hindu), Yunani Kuno, Arab, dan melalui bangsa-bangsa Eropa mulai menyebar ke seluruh penjuru dunia. (Mouly, 1963:87 dalam Jujun S. Suriasumantri).

Pada zaman dahulu, manusia senantiasa menghadapi kekuasaan alam yang mendominasi. Berkat perkembangan Ilmu Pengatahuan dan Teknologi, hubungan kekuasaan antara manusia dan alam dapat dikatakan terbalik, yang mana alam kini seolah-olah berada di bawah kekuasaan manusia. Hal ini terjadi karena pada awalnya, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang dimiliki manusia masih relative rendah dan sederhana, namun sejak abad pertengahan, perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi mengalami perkembangan yang sangat pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan ke depannya akan terus berkembang.

Misalnya, mungkin dulu orang mengganggap mustahil manusia bisa terbang atau pergi ke bulan. Tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20, hal itu bisa dilakukan dengan penemuan pesawat terbang dan keberhasilan pesawat Apollo mendarat di bulan.

Kemajuan cepat dunia dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam dua dasawarsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan social, ekonomi, dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan local.

Selain itu, dalam arus perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berpikir dan belajar bagaimana belajar (learn to learn) dalam mengakses, memilih pengetahuan serta mengatasi situasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian. (Akhmad Sudrajat dalam web).

Lembaga pendidikan, yang dalam hal ini adalah pendidikan jalur sekolah (formal), haruslah mampu mengakomodasi dan mengantisipasi perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Oleh karena itu, bahan ajar seyogyanya dapat mengakomodir dan mangantisipasi hasil perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, baik yang berkaitan dengan hasil perolehan informasi, maupun cara memperoleh informasi itu dan manfaatnya bagi masyarakat.

Pengembangan dan pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada umumnya ditempuh melalui rangkaian kegiatan, seperti penelitian dasar, penelitian terapan, pengembangan teknologi, dan penerapan teknologi serta biasanya diikuti pula dengan evaluasi ethis-politis-religius. (Umar Tirtarahardja dan L.La Sulo, 1997:116).Langkah terakhir ini diperlukan untuk menentukan apakah hasil Ilmu Pengetahuan dan Teknologi itu dapat diterima oleh masyarakat dan dampaknya tidak bertentangan dengan nilai-nilai luhur dari masyarakat.

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi memang telah berjasa mengubah wajah dunia dalam berbagai bidang serta berhasil memajukan kesejahteraan manusia. Namun kita juga menyaksikan bagaimana Ilmu Pengetahuan dan Teknologi digunakan untuk mengancam martabat dan kebudayaan manusia. Dengan kata lain, manusia pemilik ilmu pengetahuan dan teknologi yang harus menentukan apakah ilmu pengetahuan dan teknologinya itu bermanfaat bagi manusia dan sebaliknya. (Jujun S. Surisumantri, 1978:35-36).

Selain itu, relevansi bahan ajar dan cara penyajiannya dengan hakikat ilmu merupakan suatu tuntutan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, sehingga diharapkan peserta didik mendapatkan sosialisasi ilmiah meskipun dalam bentuk yang masih sederhana. Dengan demikian, baik kemampuan maupun sikap ilmiah sedini mungkin dapat dikembangkan dalam peserta didik, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.

Khusus untuk pendidikan di Indonesia, landasan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasan ilmiah sebenarnya telah diamanatkan dalam pasal 36 ayat 3 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, yakni Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:

a). peningkatan iman dan takwa;

b). peningkatan akhlak mulia;

c). peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;

d). keragaman potensi daerah dan lingkungan;

e). tuntutan pembangunan daerah dan nasional;

f). tuntutan dunia kerja;

g). perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;

h). agama;

i). dinamika perkembangan global; dan

j). persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.

Namun, dalam pelaksanaannya, kadang-kadang kondisi di lapangan tidaklah semudah di atas kertas. Seperti kata Charles Dickens, this is the best of times and the worst of times (ini adalah masa paling baik dan sekaligus paling buruk). Ada banyak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat dinikmati oleh bangsa Indonesia, tetapi sebaliknya, kemajuan itu beriringan dengan kesengsaraan yang terjadi di masyarakat Indonesia. (Moh. Sukardjo dan Ukim Komarudin, 2007:68)

Dalam beberapa tahun terakhir, di sekolah-sekolah memang telah digalakkan pelaksanaan cara belajar siswa aktif dengan pendekatan keterampilan proses. Beberapa keterampilan dibentuk sedini mungkin seperti observasi, perhitungan, pengukuran, klasifikasi, mencari hubungan ruang/waktu, pembuatan hipotesis, perencanaan penelitian, pengendalian variable, interpretasi data, kesimpulan sementara, penerapan, dan komunikasi (Conny Semiawan, et.al.,1985:18-33). Melalui pembentukan keterampilan dan sikap ilmiah sedini mungkin, diharapkan akan meletakkan dasar terbentuknya masyarakat yang sadar ilmu pengetahuan dan teknologi dan calon-calon pakar iptek kelak dikemudian hari.

Pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional juga mulai menggalakkan pemakaian teknologi informasi dan komunikasi (ICT) dalam proses pembelajaran menggantikan proses pembelajaran yang konvensional, sehingga diharapkan melalui pemanfaatan ICT ini, proses pembelajaran menjadi lebih efektif. Selain itu, pemerintah juga menggulirkan sejumah terobosan, diantaranya penggunaan E-Education melalui Jejaring Pendidikan Nasional (Jardiknas).

Diharapkan, upaya-upaya tersebut dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, sehingga tujuan pendidikan seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 2 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa fungsi pendidikan adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis, dapat terwujud.

D. Penutup

Pendidikan yang berkaitan erat dengan proses penyaluran pengetahuan haruslah mendapat perhatian yang proporsional dalam mengakomodasi dan mengantisipasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di tengah pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan bukan hanya berperan dalam pewarisan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi ikut mempersiapkan manusia-manusia yang sadar iptek dan calon pakar iptek untuk selanjutnya mwujudkan fungsinya dalam pelestarian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut.

Posted on 14 November 2012, in Artikel. Bookmark the permalink. 1 Comment.

  1. Mbah Kakung

    Ok

Leave a comment